HMJ
Imu Hukum UIN Walisongo Semarang mengadakan diskusi online yang bertajuk Rembuk Hukum Online dengan tema “Menelik Peran
Pemerintah Dalam Menghadapi Covid-19” pada Sabtu (9/05/2020) pukul 20.30 WIB
via aplikasi Zoom.
Adapun
Pemateri dalam Rembuk Hukum Online ini adalah As’adul Yusro, S.H.I.,M.H. selaku
salah satu dosen di Fakultas Syariah dan Hukum dan adanya tambahan dari dosen
lain, yaitu Dr. H. Ahmad Izzudin, M. Ag
selaku Wakil Dekan III Fakultas Syariah dan Hukum, Brilian Erna Wati selaku Kepala Jurusan
Ilmu Hukum serta Novita Dewi Masyitoh selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum,
serta dimoderatori oleh Ikhwan Noufal
Maulana Hakim dan Khoirul Fajri Asyihab.
Diskusi ini membahas mengenai bagaimana
peran pemerintah selama ini dalam menghadapi pandemi Covid-19. Berdasarkan data
terakhir pada hari Sabtu (9/05/2020) ada 13.645 kasus Covid-19 atau bertambah
533 kasus baru dibanding hari sebelumnya, yaitu 13.112 kasus. Peningkatan
penyebaran Virus Covid-19 tersebut terutama terjadi di Pulau Jawa khususnya
daerah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tentunya hal ini
menjadi problem yang sangat pelik ditambah lagi adanya pelarangan mudik
sehingga kebiasaan masyarakat dalam merayakan Hari Raya akan berbeda.
Pada awal terjadinya pandemi ini pemerintah
Indonesia justru berkonsentrasi terhadap bagaimana meminimalisasi dampak
ekonomi sebagai imbas pandemi ini. Pemerintah justru menerapkan beberapa
kebijakan kontroversial dengan menyediakan diskon yang sangat besar kepada
wisatawan yang akan mengunjungi destinasi wisata andalan di Indonesia,
yaitu Bali dan Lombok agar wisatawan domestik maupun luar negeri
berminat datang ke Indonesia serta menggelontorkan uang miliaran untuk membayar
influencer untuk mempromosikan destinasi wisata di Indonesia. Langkah
pemerintah tersebut banyak disayangkan banyak pihak. Pemerintah yang harusnya
fokus terhadap bagaimana menjaga agar penyebaran pandemi ini dapat
ditanggulangi, tetapi malah fokus ke hal lain.
Dalam diskusi disebutkan, seharusnya
pemerintah melakukan langkah dengan acuan beberapa regulasi yang ada salah
satunya yaitu UU No. 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular yang pada
intinya Pemerintah bertanggungjawab melaksanakan upaya untuk penanggulangan
wabah dengan lanngkah yaitu penyelidikan, pemeriksaan, pengobatan, perawatan
dan isolasi mandiri termasuk tindakan karantina, pencegahan, pengebalan
pemusnahan, penyebab penyakit, penanganan jenazah, akibat wabah, dan penyuluhan
kepada masyarakat.
Sebagai contoh, penanganan jenazah korban Covid-19
ini dilakukan secara tidak layak serta kasus penolakan jenazah di beberapa
wilayah, tentunya ini memperlihatkan ketidaksiapan pemerintah dalam mengatasi
pandemi ini.
Ada pun Peraturan Pemerintah No 40 Tahun
1991 sebagai penjabaran lebih lanjut. Peraturan Menteri Kesehatan No 1 tahun 2010 tentang jenis
penyakit menular, serta UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan yang
sebagai acuan penerapan karantina maupun PSBB.
Akhirnya Pemerintah mengambil langkah
melakukan Pemberlakuan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mana seharusnya di
dampingi dengan darurat sipil, namun malah tidak memenuhi syarat syarat darurat
sipil dimana terjadi situasi upnormal yang tidak mudah diatasi sama sekali dan
bagaimana masyarakat agar menjalankan imbauan pemerintah. Tidak hanya peran
pemerintah, peran masyarakat dari segala golongan juga dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah ini apabila masyarakat melakukan imbauan dari pemerintah
mengenai pencegahan Covid- 19, maka angka pasien positif akan bisa ditekan. Pilihan
paling efektif adalah dilakukannya karantina wilayah. Namun dalam melakukan karantina wilayah,
pemerintah perlu menyiapkan beberapa hal yang menjadi kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu:
- Biaya keamanan
- Biaya logistik yang mana untuk menyuplai kebutuhan warga negara setiap hari
- Adanya sinergitas regulasi antara pemerintah pusat dan daerah supaya tidak berjalan sendiri sendiri dan berakhir saling menyalahkan.
Dalam diskusi ini juga adanya tambahan
diskusi Ibu Novita Dewi Masyitoh selaku dosen Ilmu Hukum. Pemerintah sendiri
telah mengeluarkan regulasi regulasi sebagai bentuk responsif dalam menangani
Covid-19 ini, haruslah kita apresiasi. Terkait dengan karantina wilayah dan PSBB
yang digunakan sebagai acuan, yaitu Permenkes. Hal ini menjadi kewenangan
pemerintah daerah untuk melakukan PSBB pada daerah yang statusnya adalah zona
merah atau pun angka penyebaran virus semakin tinggi, maka harus diberlakukan
kebijakan tersebut dengan persetujuan pemerintah pusat. Seperti yang terjadi di
Semarang, saat ini telah Semarang telah diberlakukan PSBB yang awalnya 14 hari
namun kini diperpanjang dengan sistem “jaga
tonggo”.
Muncul pertanyaan besar dikarenakan
Indonesia sendiri telah memiliki peraturan mengenai karantina kesehatan, tetapi
mengapa pemerintah tidak memakai peraturan tersebut malah lebih memilih untuk
mengeluarkan Perpu, dalam Perpu tersebut juga terdapat pasal yang memberikan
peluang akan adanya tindak korupsi dimana semua pelanggaran itu tak dapat
diberlakukan tindak pidana maupun perdata.
Rembug Hukum ini juga ditayangkan secara
langsung melalui platform Youtube mengunakan saluran HMJ Ilmu Hukum, sehingga
apabila teman teman ingin menontonnya kembali dapat mengakses saluran Youtube HMJ
Ilmu Hukum.
Sesi Tanya Jawab
Arif Fadilah :
- Mengapa kebijakan tidak bisa dipidanakan? Bukankah kebijakan itu dituangkan dalam bentuk SK dan di PTUN kan? Tapi ini perbuatannya bila memenuhi unsur delik maka perbuatannya jadi tindak pidana dan bisa dipidanakan
- Bagaimana narasumber menelik potensi besar korupsi di tengah wabah ini khususnya barang dan jasa dalam bentuk bantuan langsung maupun tidak langsung yang terjadi di tengah kondisi yang belum normal seperti ini sehingga tidak memenuhi prosedural dan mekanisme yang seharusnya dalam pengadaan publik yang pada kondisi normal pengadaan barang dan jasa itu saja sudah menjadi ruang korupsi di Indonesia
Jawab : Apapun yang dilakukan pejabat
negara dengan keuangan negara harus dilakukan sesuai dengan prosedur. Mengenai kebijakan yang tidak bisa dipidanakan itu telah tertera dalam Perpu No 1 Tahun
2020 Tentang Covid19.
Notulen: Departemen Administrasi HMJ Ilmu Hukum
Editor: Sonia Khotmi Rosalina
0 Komentar